Permasalahan budaya minat baca pada anak dan remaja tidak berhenti pada masalah minat baca semata. Permasalahan ini berkaitan dengan pendidikan dan pembinaan generasi muda yang menjadi harapan bangsa di masa depan. Generasi muda sebagai aset berharga harus dibina dengan sebaik-baiknya, segala urusan dan permasalahan yang terkait dengan mereka harus senantiasa diperhatikan dengan sungguh-sungguh termasuk budaya minat baca dan buku-buku apa yang perlu dan layak dibaca oleh mereka.
Kegiatan membaca pada anak dan remaja sangatlah penting karena masa anak dan remaja adalah masa terpenting dalam kehidupan manusia. Seperti tumbuhan masa anak-anak dan remaja adalah tumbuhan yang sedang berkembang dan berbunga. Seorang anak pasti akan melalui fase balita, remaja, dan kemudian dewasa. Pada masa anak dan remaja inilah berbagai masukan akan menentukan kepribadiannya kelak. Bahan bacaan merupakan masukan penting bagi perkembangan mental seorang anak. Oleh karena itu apabila bahan bacaan anak dan remaja tidak diseleksi dengan baik dan tanpa penjelasan serta pengarahan dari orang tuanya maka akan timbul masalah dalam perkembangan psikologis seorang anak.
Gerakan meningkatkan budaya membaca harus merupakan bagian dari budaya masyarakat. Di era reformasi yang penuh keterbukaan seperti saat ini komunikasi adalah pintu gerbang kesuksesan dan dalam masyakarat yang beragam maka komunikasi harus dapat diakses oleh berbagai kalangan, termasuk melalui media cetak dan buku-buku ilmu pengetahuan. Kita pernah mendengar Koran Masuk Desa, Perpustakaan Desa, Perpustakaan Keliling, dan program lainnya yang sangat mendukung terciptanya budaya membaca, maka bila hal tersebut dapat terus ditingkatkan maka budaya minat baca masyarakat akan terus meningkat.
Untuk tujuan itu maka harus dibangun terlebih dahulu masyarakat yang membaca (reading society). Mengapa demikian? Karena pada dasarnya, proses pemilikan pengetahuan lahir dari proses membaca. Ilmu pengetahuan terus berkembang bahkan pengembangannya jauh lebih cepat dari perkiraan manusia. Untuk memilikinya tidak hanya melalui penglihatan dan pendengaran tetapi harus melalui membaca.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan hanya dapat terpenuhi melalui membaca. Proses membaca ini juga adalah proses belajar, sehingga membangun learning society sama dengan membangun reading society.
Salah satu upaya untuk mendukung perwujudan SDM yang unggul, yaitu harus mengadakan perubahan sikap dan perilaku budaya dari tidak suka membaca menjadi masyarakat membaca (reading society). Membaca merupakan salah satu fungsi yang paling penting dalam hidup. Semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Selanjutnya melalui budaya masyarakat membaca (reading society) bangsa kita akan melangkah menuju masyarakat belajar (learning society) maka akan terciptalah bangsa yang cerdas (educated nation). Prinsip belajar dalam abad 21 menurut UNESCO (1996) harus didasarkan pada empat pilar yaitu :
1. learning to thing – - belajar berpikir
2. learning to do – - belajar berbuat
3. learning to be – - belajar untuk tetap hidup
4. learning to live together – - belajar hidup bersama antar bangsa
Ada tipikal orang yang sangat gemar membaca buku sehingga disebut kutu buku. Sebaliknya ada juga orang yang tidak pernah membaca buku sampai habis karena dirundung kebosanan. Sebenarnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat baca, disini kita hanya membahas 2 faktor yaitu :
1. Otak Besar Manusia, otak besar merupakan bagian terluas dari otak manusia ini mengatur seluruh aktivitas tubuh. Otak besar bisa dibagi berdasarkan bagian-bagian serta daerah asosiasinya. Contoh-contoh hal yang berasosiasi di otak besar adalah penglihatan, bahasa, dan ada satu bagian spesifik yang mengatur soal membaca. Otak sendiri terdiri dari substansi kelabu pada laki-laki 6,5 kali lebih banyak digunakan dibanding wanita, sementara wanita menggunakan 9 kali lebih banyak substansi putih yang bekerja untuk kecerdasan bahasa.
2. Agen sosialisasi, 4 faktor yang mempengaruhi minat baca dalam agen sosialisasi ini antara lain keluarga, teman sepermainan (peer group), sekolah, dan media massa.
Media massa merupakan medium yang memuat hal-hal yang menyeluruh dalam lingkungan sosial. Jadi konsumennya kemudian memiliki asumsi bahwa hal yang disiarkan oleh media merupakan standar yang dipengaruhi oleh mereka, apalagi bagi remaja yang sedang mencari jati diri.
Media massa terdiri dari media cetak dan elektronik. Jenis yang kedua merupakan jenis yang lebih populer sebab media elektronik hampir selalu mengemas acaranya dengan konsep hiburan dan faktanya menomorduakan segi pendidikan.
Suka membaca disini ternyata hanya memiliki esensi ”like” atau ”love” dalam Bahasa Inggris. Tingkat kata suka belum mencapai tahap ”sering” atau ”gemar” membaca. Kasarnya, dalam Bahasa Inggris (Maybe) I like reading but i don’t read a lot – Mungkin saya suka, tapi tidak gemar membaca.
Internet telah menjadi hiburan yang sangat popular, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta. Naik daun adalah ungkapan yang cukup tepat melihat perkembangan internet sebagai media informasi. Apalagi sekarang sudah tersedia layanan berlangganan internet secar broadband yang menyebabkan akses internet menjadi cepat dan tarifnya lebih murah.
Salah satu hiburan yang bisa didapat di internet adalah bermain game secara online. Bahkan komunitas gamers online dapat memiliki anggota hingga puluhan ribu orang. Kompetisi game di internet sangat marak, bahkan dalam Liga Game Indonesia, pemenang permainan internet tersebut akan dikirim ke Australia, sebuah industri baru yang cukup menjanjikan.
Selain itu pengaruh internet yang juga kental adalah adanya situs Friendster dan Facebook. Melalui situs yang memamerkan profil pribadi para anggotanya ini, kita juga bisa berkenalan dengan teman dari luar negeri. Friendster pernah menulis bahwa anggota terbesarnya berasal dari Filipina dan Indonesia. Pembuktian lain bahwa orang Indonesia gemar ber-internet, Pengguna Internet di Indonesia diperkirakan mencapai 57,8 juta pada 2010, seiring meningkatnya pemakaian layanan tersebut melalui teknologi pita lebar jaringan seluler. Demikian diproyeksikan Telkomsel yang saat ini telah memiliki 49 juta pelanggan seluler. Penggunaan Internet diperkirakan bakal turut melonjak seiring meningkatnya jumlah pelanggan seluler yang diproyeksi menjadi 120 juta di 2010. (sumber : detikinet.com)
Jika kita membandingkan Perpustakaan dengan Warnet, dari segi ramainya pengunjung Warnet jelas ”memenangkan pertandingan”. Menurut situs Tempo Interaktif, jumlah pengunjung perpustakaan DKI Jakarta sangatlah sedikit, hanya 200 orang perhari. Angka itu termasuk kecil apabila dibandingkan dengan pengunjung perpustakaan di Negeri Tirai Bambu yang dapat mencapai 10.000 orang per harinya. Lagi-lagi ini mungkin karena budaya yang sudah terbentuk dan menjadi karakter bahwa, Perpustakaan di mata orang awam tidak bisa dijadikan tempat berekreasi maupun memperoleh informasi, mereka lebih memilih mencarinya lewat internet.
Citra perpustakaan sebagai tempat yang tidak menarik harus diubah menjadi tempat yang akrab, ramah, dan nyaman. Para petugas perpustakaan harus dilatih menjadi pelayan masyarakat sehingga masyarakat terutama anak dan remaja tertarik untuk datang ke perpustakaan. Perpustakaan harus berperan sebagai pusat ilmu pengetahuan, namun untuk anak-anak perpustakaan juga harus menjadi tempat yang menyenangkan baik karena suasananya atau karena isi dan pelayanannya. Perpustakaan tidak harus mewah karena bagi sebagian masyarakat justru akan segan dan malu untuk datang. Perpustakaan harus didesain menjadi tempat yang terbuka bagi semua kalangan
Disisi lain yang terpenting adalah sistem pendidikan dan support pemerintah untuk mengkampanyekan budaya baca secara terus menerus. Untuk itu pemerintah sebaiknya menyediakan fasilitas perpustakaan modern dengan pelayanan prima yang sesuai dengan standar internasional sebagai sarana layanan informasi, edukasi, penelitian, rekreasi, dan preservasi untuk menunjang pengembangan budaya bangsa, membudayakan minat baca dalam upaya penguasaan IPTEK dan menjangkau seluruh masyarakat. Perpustakaan harus memberikan pelayanan kepustakaan yang berkualitas yang didukung oleh fasilitas modern, memiliki tenaga professional dibidang perpustakaan, dan menyediakan prasarana pendidikan, penelitian dan rekreasi untuk enunjang pengembangan perpustakaan, serta menjalin kerjasama dengan elemen masyarakat untuk meningkatkan minat baca.
Melihat kenyataan yang sudah ada, pertama-tama kita perlu mengakui bahwa minat baca di Indonesia umumnya rendah. Itu adalah suatu masalah dan masalah ada untuk kita pecahkan bersama-sama.
Internet memang memiliki segala keunggulan dibandingkan buku. Dikalangan kutu buku saja, pesona internet bukan mustahil membuat mereka berpaling dari bacaannya. Apalagi masuknya internet di kalangan yang memang tidak gemar membaca buku?. Internet lebih praktis, lebih lengkap, dan bisa menyajikan informasi dari seluruh dunia dalam sekali klik. Namun sebenarnya ada satu nilai buku yang tidak dimiliki internet. Dalam mencari informasi, Internet hanya berperan secara instan, pranala yang memberikan suatu bahasan dalam sebuah artikel.
Pertanyaan ”Internet dan buku, mana yang menang?” mungkin pertanyaan retoris yang setara dengan ”Lebih baik makan dengan sendok atau garpu?” Sebab tidak ada yang menang atau kalah tetapi keduanya harus saling mendukung sebagai media edukasi maupun hiburan (sekarang di kenal dengan konsep edutaintment). Internet dan buku harus saling melengkapi. Jangan sampai konsep hiburan dan informasi instan dari internet melibas ”kemuliaan” minat baca terhadap buku. Internet sendiri sebenarnya juga bisa dijadikan media untuk meningkatkan minat baca, sayangnya di kota-kota kecil akses internet masih terbatas, hal utama yang harus ditingkatkan adalah pembangunan citra mencintai buku.(perpustakaan pondok pesantren al hikmah: by Mr.eL on March 6, 2010 )
Kegiatan membaca pada anak dan remaja sangatlah penting karena masa anak dan remaja adalah masa terpenting dalam kehidupan manusia. Seperti tumbuhan masa anak-anak dan remaja adalah tumbuhan yang sedang berkembang dan berbunga. Seorang anak pasti akan melalui fase balita, remaja, dan kemudian dewasa. Pada masa anak dan remaja inilah berbagai masukan akan menentukan kepribadiannya kelak. Bahan bacaan merupakan masukan penting bagi perkembangan mental seorang anak. Oleh karena itu apabila bahan bacaan anak dan remaja tidak diseleksi dengan baik dan tanpa penjelasan serta pengarahan dari orang tuanya maka akan timbul masalah dalam perkembangan psikologis seorang anak.
Gerakan meningkatkan budaya membaca harus merupakan bagian dari budaya masyarakat. Di era reformasi yang penuh keterbukaan seperti saat ini komunikasi adalah pintu gerbang kesuksesan dan dalam masyakarat yang beragam maka komunikasi harus dapat diakses oleh berbagai kalangan, termasuk melalui media cetak dan buku-buku ilmu pengetahuan. Kita pernah mendengar Koran Masuk Desa, Perpustakaan Desa, Perpustakaan Keliling, dan program lainnya yang sangat mendukung terciptanya budaya membaca, maka bila hal tersebut dapat terus ditingkatkan maka budaya minat baca masyarakat akan terus meningkat.
Untuk tujuan itu maka harus dibangun terlebih dahulu masyarakat yang membaca (reading society). Mengapa demikian? Karena pada dasarnya, proses pemilikan pengetahuan lahir dari proses membaca. Ilmu pengetahuan terus berkembang bahkan pengembangannya jauh lebih cepat dari perkiraan manusia. Untuk memilikinya tidak hanya melalui penglihatan dan pendengaran tetapi harus melalui membaca.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan hanya dapat terpenuhi melalui membaca. Proses membaca ini juga adalah proses belajar, sehingga membangun learning society sama dengan membangun reading society.
Salah satu upaya untuk mendukung perwujudan SDM yang unggul, yaitu harus mengadakan perubahan sikap dan perilaku budaya dari tidak suka membaca menjadi masyarakat membaca (reading society). Membaca merupakan salah satu fungsi yang paling penting dalam hidup. Semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Selanjutnya melalui budaya masyarakat membaca (reading society) bangsa kita akan melangkah menuju masyarakat belajar (learning society) maka akan terciptalah bangsa yang cerdas (educated nation). Prinsip belajar dalam abad 21 menurut UNESCO (1996) harus didasarkan pada empat pilar yaitu :
1. learning to thing – - belajar berpikir
2. learning to do – - belajar berbuat
3. learning to be – - belajar untuk tetap hidup
4. learning to live together – - belajar hidup bersama antar bangsa
Ada tipikal orang yang sangat gemar membaca buku sehingga disebut kutu buku. Sebaliknya ada juga orang yang tidak pernah membaca buku sampai habis karena dirundung kebosanan. Sebenarnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat baca, disini kita hanya membahas 2 faktor yaitu :
1. Otak Besar Manusia, otak besar merupakan bagian terluas dari otak manusia ini mengatur seluruh aktivitas tubuh. Otak besar bisa dibagi berdasarkan bagian-bagian serta daerah asosiasinya. Contoh-contoh hal yang berasosiasi di otak besar adalah penglihatan, bahasa, dan ada satu bagian spesifik yang mengatur soal membaca. Otak sendiri terdiri dari substansi kelabu pada laki-laki 6,5 kali lebih banyak digunakan dibanding wanita, sementara wanita menggunakan 9 kali lebih banyak substansi putih yang bekerja untuk kecerdasan bahasa.
2. Agen sosialisasi, 4 faktor yang mempengaruhi minat baca dalam agen sosialisasi ini antara lain keluarga, teman sepermainan (peer group), sekolah, dan media massa.
Media massa merupakan medium yang memuat hal-hal yang menyeluruh dalam lingkungan sosial. Jadi konsumennya kemudian memiliki asumsi bahwa hal yang disiarkan oleh media merupakan standar yang dipengaruhi oleh mereka, apalagi bagi remaja yang sedang mencari jati diri.
Media massa terdiri dari media cetak dan elektronik. Jenis yang kedua merupakan jenis yang lebih populer sebab media elektronik hampir selalu mengemas acaranya dengan konsep hiburan dan faktanya menomorduakan segi pendidikan.
Suka membaca disini ternyata hanya memiliki esensi ”like” atau ”love” dalam Bahasa Inggris. Tingkat kata suka belum mencapai tahap ”sering” atau ”gemar” membaca. Kasarnya, dalam Bahasa Inggris (Maybe) I like reading but i don’t read a lot – Mungkin saya suka, tapi tidak gemar membaca.
Internet telah menjadi hiburan yang sangat popular, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta. Naik daun adalah ungkapan yang cukup tepat melihat perkembangan internet sebagai media informasi. Apalagi sekarang sudah tersedia layanan berlangganan internet secar broadband yang menyebabkan akses internet menjadi cepat dan tarifnya lebih murah.
Salah satu hiburan yang bisa didapat di internet adalah bermain game secara online. Bahkan komunitas gamers online dapat memiliki anggota hingga puluhan ribu orang. Kompetisi game di internet sangat marak, bahkan dalam Liga Game Indonesia, pemenang permainan internet tersebut akan dikirim ke Australia, sebuah industri baru yang cukup menjanjikan.
Selain itu pengaruh internet yang juga kental adalah adanya situs Friendster dan Facebook. Melalui situs yang memamerkan profil pribadi para anggotanya ini, kita juga bisa berkenalan dengan teman dari luar negeri. Friendster pernah menulis bahwa anggota terbesarnya berasal dari Filipina dan Indonesia. Pembuktian lain bahwa orang Indonesia gemar ber-internet, Pengguna Internet di Indonesia diperkirakan mencapai 57,8 juta pada 2010, seiring meningkatnya pemakaian layanan tersebut melalui teknologi pita lebar jaringan seluler. Demikian diproyeksikan Telkomsel yang saat ini telah memiliki 49 juta pelanggan seluler. Penggunaan Internet diperkirakan bakal turut melonjak seiring meningkatnya jumlah pelanggan seluler yang diproyeksi menjadi 120 juta di 2010. (sumber : detikinet.com)
Jika kita membandingkan Perpustakaan dengan Warnet, dari segi ramainya pengunjung Warnet jelas ”memenangkan pertandingan”. Menurut situs Tempo Interaktif, jumlah pengunjung perpustakaan DKI Jakarta sangatlah sedikit, hanya 200 orang perhari. Angka itu termasuk kecil apabila dibandingkan dengan pengunjung perpustakaan di Negeri Tirai Bambu yang dapat mencapai 10.000 orang per harinya. Lagi-lagi ini mungkin karena budaya yang sudah terbentuk dan menjadi karakter bahwa, Perpustakaan di mata orang awam tidak bisa dijadikan tempat berekreasi maupun memperoleh informasi, mereka lebih memilih mencarinya lewat internet.
Citra perpustakaan sebagai tempat yang tidak menarik harus diubah menjadi tempat yang akrab, ramah, dan nyaman. Para petugas perpustakaan harus dilatih menjadi pelayan masyarakat sehingga masyarakat terutama anak dan remaja tertarik untuk datang ke perpustakaan. Perpustakaan harus berperan sebagai pusat ilmu pengetahuan, namun untuk anak-anak perpustakaan juga harus menjadi tempat yang menyenangkan baik karena suasananya atau karena isi dan pelayanannya. Perpustakaan tidak harus mewah karena bagi sebagian masyarakat justru akan segan dan malu untuk datang. Perpustakaan harus didesain menjadi tempat yang terbuka bagi semua kalangan
Disisi lain yang terpenting adalah sistem pendidikan dan support pemerintah untuk mengkampanyekan budaya baca secara terus menerus. Untuk itu pemerintah sebaiknya menyediakan fasilitas perpustakaan modern dengan pelayanan prima yang sesuai dengan standar internasional sebagai sarana layanan informasi, edukasi, penelitian, rekreasi, dan preservasi untuk menunjang pengembangan budaya bangsa, membudayakan minat baca dalam upaya penguasaan IPTEK dan menjangkau seluruh masyarakat. Perpustakaan harus memberikan pelayanan kepustakaan yang berkualitas yang didukung oleh fasilitas modern, memiliki tenaga professional dibidang perpustakaan, dan menyediakan prasarana pendidikan, penelitian dan rekreasi untuk enunjang pengembangan perpustakaan, serta menjalin kerjasama dengan elemen masyarakat untuk meningkatkan minat baca.
Melihat kenyataan yang sudah ada, pertama-tama kita perlu mengakui bahwa minat baca di Indonesia umumnya rendah. Itu adalah suatu masalah dan masalah ada untuk kita pecahkan bersama-sama.
Internet memang memiliki segala keunggulan dibandingkan buku. Dikalangan kutu buku saja, pesona internet bukan mustahil membuat mereka berpaling dari bacaannya. Apalagi masuknya internet di kalangan yang memang tidak gemar membaca buku?. Internet lebih praktis, lebih lengkap, dan bisa menyajikan informasi dari seluruh dunia dalam sekali klik. Namun sebenarnya ada satu nilai buku yang tidak dimiliki internet. Dalam mencari informasi, Internet hanya berperan secara instan, pranala yang memberikan suatu bahasan dalam sebuah artikel.
Pertanyaan ”Internet dan buku, mana yang menang?” mungkin pertanyaan retoris yang setara dengan ”Lebih baik makan dengan sendok atau garpu?” Sebab tidak ada yang menang atau kalah tetapi keduanya harus saling mendukung sebagai media edukasi maupun hiburan (sekarang di kenal dengan konsep edutaintment). Internet dan buku harus saling melengkapi. Jangan sampai konsep hiburan dan informasi instan dari internet melibas ”kemuliaan” minat baca terhadap buku. Internet sendiri sebenarnya juga bisa dijadikan media untuk meningkatkan minat baca, sayangnya di kota-kota kecil akses internet masih terbatas, hal utama yang harus ditingkatkan adalah pembangunan citra mencintai buku.(perpustakaan pondok pesantren al hikmah: by Mr.eL on March 6, 2010 )
0 komentar:
Posting Komentar