
Sering kita dengar, perpustakaan adalah gudangnya ilmu dan tempat informasi berada, akan tetapi pernyataan itu hanya sebagai anggapan belaka dan kurang begitu ada tanggapan dari beberapa kalangan, tidak terlebih lagi seorang akademisi. Kalau kita dengar kata akademisi, maka kita akan membayangkan bahwa akademisi itu orang pintar yang memburu ilmu pengetahuan yang dekat akan buku buku, yang suka datang ke perpustakaan untuk mencari informasi, akan tetapi sayang sekali itu hanya omongan yang tidak ada realisasinya. Malahan akademisi cenderung menyepelekan keberadaan perpustakaan, seperti yang pernah saya dengar dari seseorang akademisi yang ketepatan itu juga teman penulis “apa itu perpustakaan, aku gak ke perpustakaan juga bisa cari informasi dan buku kok, keberadaan perpustakaan gak ada efeknya buat saya” mungkin pernyataan seperti itu tidak hanya keluar dari teman saya, tetapi mungkin juga banyak akademisi lain yang mempunyai pernyataan yang sama tentang perpustakaan, yang cenderung mengabaikan dan merasa tidak memerlukan keberadaan perpustakaan.
Dari pernyataan teman saya pada paragraf di atas, timbul pertanyaan tentang stereotip yang berkembang di masyarakat, yang katanya perpustakaan adalah gedung yang waaahhhh, yang boleh masuk adalah orang orang yang pintar saja, yang boleh masuk adalah orang yang bersepatu, dan semua orang yang ada di perpustakaan adalah orang yang pintar. Apakah semua anggapan itu benar adanya ataukah malah sebaliknya, masyarakat mempunyai pernyataan yang sama dengan pernyataan seorang akademisi di atas, yang menganggap keberadaan perpustakaan tidak mempunyai efek dan pengaruhnya terhadap masyarakat, karena asumsinya adalah seorang akademisi yang notabenya sangat butuh akan buku, sangat butuh dengan informasi saja bisa membuat pernyataan seperti itu, terus bagaimana dengan pernyataan masyarakat yang notabenya kurang membutuhkan buku dan informasi seperti layaknya akademisi. Ini merupakan pertanyaan besar yang perlu di jawab keberadaannya.
Jadi andai kata pernyataan itu benar, timbul pertanyaan lagi. Apa gunanya dengan keberadaan perpustakaan, apakah hanya digunakan untuk sekedar menyimpan buku, dan fungsinya tidak lebih sama dengan fungsi gudang.
Sebenarnya saya sebagai penulis juga masih bingung atas fenomena ini apabila dihubungkan dengan keberadaan internet, kalau kita lihat bersama masyarakat sekarang sangat menerima baik dengan adanya internet, meskipun tidak semua yang ada dalam internet itu merupakan hal yang positif. Kalau di gak salah keberadaan internet di indonesia itu masih cukup muda, yaitu sekitar tahun 1988 internet baru masuk ke indonesia. Akan tetapi mengapa tingkat kebutuhan masyarakat khusunya akademisi lebih suka ke internet dari pada ke perpustakaan, meskipun dalam mengakses internet dan perpustakaan itu sama sama membutuhkan tenaga, biaya dan pengorbanan. Katanya se kalau internet itu enak, disamping bisa mencari informasi juga bisa mencari hiburan, la dari situ timbul pernyataan, apakah hal itu tidak bisa diperoleh diperpustakaan, yang notabenya fungsi perpustakaan dalam teori itu adalah tempat untuk menyimpan, mengakses, dan dapat digunakan sebagai tempat mencari hiburan, terus lagi saya juga pernah dengar dari pernyataan seseorang akademisi “enakan di warnet, kita bisa bebas, bawa makan boleh, tidur tiduran juga boleh, gak pakek sepatu juga boleh, pokoknya enak lah..gak kayak di perpustakaan, bawa makan gak boleh, mau tidur tiduran juga gak bisa” dari pernyataan di samping mengisyaratkan sebaiknya diperpustakaan juga seperti di warnet, yang diberikan kebebasan untuk melakukan hal seperti makan, gak pakek sepatu dan lain sebagainya yang sesuai dengan norma yang ada.
Maka, apakah perlu perpustakaan itu di setting seperti Pedagang Kaki lima, yang memberikan kesan memperbolehkan semua orang boleh masuk, tidak hanya orang pintar, orang besepatu dan lain sebagainya, dan untuk seorang akademisi, apakah perpustakaan perlu memonopoli semua keperluan akademisi agar dapat mengakses perpustakaan, seperti tempat praktek mahasiswa kedokteran berada di perpustakaan, tempat praktek mahasiswa farmasi di berada di perpustakaan, pokoknya semua keperluan akademis harus terintegrasi dengan perpustakaan. Hehehehehehe......ini hanya curhatan hati....maaf
Dari pernyataan teman saya pada paragraf di atas, timbul pertanyaan tentang stereotip yang berkembang di masyarakat, yang katanya perpustakaan adalah gedung yang waaahhhh, yang boleh masuk adalah orang orang yang pintar saja, yang boleh masuk adalah orang yang bersepatu, dan semua orang yang ada di perpustakaan adalah orang yang pintar. Apakah semua anggapan itu benar adanya ataukah malah sebaliknya, masyarakat mempunyai pernyataan yang sama dengan pernyataan seorang akademisi di atas, yang menganggap keberadaan perpustakaan tidak mempunyai efek dan pengaruhnya terhadap masyarakat, karena asumsinya adalah seorang akademisi yang notabenya sangat butuh akan buku, sangat butuh dengan informasi saja bisa membuat pernyataan seperti itu, terus bagaimana dengan pernyataan masyarakat yang notabenya kurang membutuhkan buku dan informasi seperti layaknya akademisi. Ini merupakan pertanyaan besar yang perlu di jawab keberadaannya.
Jadi andai kata pernyataan itu benar, timbul pertanyaan lagi. Apa gunanya dengan keberadaan perpustakaan, apakah hanya digunakan untuk sekedar menyimpan buku, dan fungsinya tidak lebih sama dengan fungsi gudang.
Sebenarnya saya sebagai penulis juga masih bingung atas fenomena ini apabila dihubungkan dengan keberadaan internet, kalau kita lihat bersama masyarakat sekarang sangat menerima baik dengan adanya internet, meskipun tidak semua yang ada dalam internet itu merupakan hal yang positif. Kalau di gak salah keberadaan internet di indonesia itu masih cukup muda, yaitu sekitar tahun 1988 internet baru masuk ke indonesia. Akan tetapi mengapa tingkat kebutuhan masyarakat khusunya akademisi lebih suka ke internet dari pada ke perpustakaan, meskipun dalam mengakses internet dan perpustakaan itu sama sama membutuhkan tenaga, biaya dan pengorbanan. Katanya se kalau internet itu enak, disamping bisa mencari informasi juga bisa mencari hiburan, la dari situ timbul pernyataan, apakah hal itu tidak bisa diperoleh diperpustakaan, yang notabenya fungsi perpustakaan dalam teori itu adalah tempat untuk menyimpan, mengakses, dan dapat digunakan sebagai tempat mencari hiburan, terus lagi saya juga pernah dengar dari pernyataan seseorang akademisi “enakan di warnet, kita bisa bebas, bawa makan boleh, tidur tiduran juga boleh, gak pakek sepatu juga boleh, pokoknya enak lah..gak kayak di perpustakaan, bawa makan gak boleh, mau tidur tiduran juga gak bisa” dari pernyataan di samping mengisyaratkan sebaiknya diperpustakaan juga seperti di warnet, yang diberikan kebebasan untuk melakukan hal seperti makan, gak pakek sepatu dan lain sebagainya yang sesuai dengan norma yang ada.
Maka, apakah perlu perpustakaan itu di setting seperti Pedagang Kaki lima, yang memberikan kesan memperbolehkan semua orang boleh masuk, tidak hanya orang pintar, orang besepatu dan lain sebagainya, dan untuk seorang akademisi, apakah perpustakaan perlu memonopoli semua keperluan akademisi agar dapat mengakses perpustakaan, seperti tempat praktek mahasiswa kedokteran berada di perpustakaan, tempat praktek mahasiswa farmasi di berada di perpustakaan, pokoknya semua keperluan akademis harus terintegrasi dengan perpustakaan. Hehehehehehe......ini hanya curhatan hati....maaf
0 komentar:
Posting Komentar